Kamis, 27 Desember 2007

ismuba (Al-Islam, Kemuhammadiyaan, dan Bahasa Arab)

Masalah Pelajaran Ismuba
Perjalanan Muhammadiyah dan program pendidikannya sejak permulaan abad ke-20 M hingga sekarang dapat diibaratkan bagai dua sisi mata uang. Keduanya bergerak menjadi kesatuan integral yang tak dapat dipisahkan. Dalam pandangan Muhammadiyah, pendidikan adalah satu spektrum penting yang dijadikan sebagai sarana dakwah Persyarikatan. Hal itu ditopang dengan pemahaman warga Persyarikatan yang tetap menempatkan dunia pendidikan sebagai upaya sadar untuk membangun kualitas diri manusia pada umumnya.
Kawasan pendidikan Muhammadiyah, di antaranya terdiri dari ke-Islaman, kebangsaan, keutuhan, kebersamaan dan keunggulan merupakan kesatuan integral yang patut dikembangkan di setiap lembaga pendidikan Muhammadiyah. Mengapa keislaman ditempatkan dalam urutan pertama? Sebab, sejauh ini salah satu ciri pendidikan Muhammadiyah yang paling menonjol adalah bidang agama Islam. Lewat dunia pendidikan, Muhammadiyah memasukkan “misi pencerahannya” kepada masyarakat umum. Dengan karakter demikian maka lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah tidak ada yang tidak mengajarkan butir-butir pelajaran Al-Islam, ke-Muhammadiyahan dan Bahasa Arab (Ismuba).
Ketiga pelajaran ini merupakan tulang-punggung Persyarikatan dalam rangka menyampaikan dakwah Muhammadiyah. Kaderisasi Muhammadiyah secara inhern berada dalam mata pelajaran Ismuba tersebut. Dalam pelajaran ini terdapat muatan yang bersifat ideologis, seperti yang terkandung dalam ke-Muhammadiyahan misalnya. Pelajaran Ismuba yang diajarkan pada peserta didik dalam masa dini adalah satu hal yang sangat tepat. Sebab, melalui mata pelajaran tersebut para peserta didik dapat mengetahui Risalah Islam dan dinamika gerakan Muhammadiyah dalam panggung sejarah nasional.
Hanya saja, yang kita harapkan selama ini masih sangat jauh dari kenyataan. Pelajaran Ismuba sebagai “benteng” moral dan ideologi peserta didik di perguruan Muhammadiyah baru diajarkan secara kognitif semata. Formalisasi pelajaran Ismuba di lembaga pendidikan Muhammadiyah baru mendorong peserta didik untuk menghafal, sehingga ruh dan atau nuraninya belum ter-sibghah betul untuk berkhidmat di Persyarikatan.
Mata pelajaran Ismuba sejatinya sudah cukup luas dalam mengantarkan peserta didik agar memahami agama Islam dengan benar. Mata pelajaran Al-Islam yang terdiri dari Akidah, Akhlak, Ibadah dan Tarikh merupakan pokok-pokok ajaran Islam yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sederhananya, pelajaran Ismuba sudah dirancang dengan sungguh-sungguh untuk bisa mengatasi dan atau menjawab “kehausan” peserta didik dalam segi keagamaan.
Oleh sebab itu, mutu pembelajaran Ismuba disetiap lembaga pendidikan Muhammadiyah perlu untuk ditingkatkan kembali. Metode klasik yang mengunggulkan pengembangan kognitif perlu diperbaharui dengan penekanan pada sisi afektif peserta didik. Implementasi teori perlu sekali lagi dikonstruksi sehingga para peserta didik dapat senantiasa merasa dilibatkan. Penyampaian pelajaran Ismuba tidak mesti harus berada dalam ruang kelas (in-door), melainkan juga di luar kelas (out-door). Keanekaragaman alam ciptaan Tuhan dapat menjadi media pembelajaran cukup efektif untuk menyegarkan pandangan peserta didik.
Kondisi lembaga pendidikan Muhammadiyah semacam itu memang perlu dikondisikan sebaik mungkin. Kenyamanan peserta didik dalam menerima materi pelajaran, khususnya Ismuba, sangat mendukung kesuksesan kegiatan belajar mengajar. Keharmonisan komunikasi antara guru dan peserta didik menjadi satu hal yang sulit dihindarkan. Dengan terciptanya kondisi lembaga pendidikan yang semacam itu akan sangat menentukan peserta didik untuk mudah menerima materi-materi pelajaran.
Dengan hadirnya iklim belajar-mengajar yang kondusif, maka niscaya lembaga pendidikan Muhammadiyah dapat mencapai tujuan pendidikan Muhammadiyah. Kreativitas guru dan pengelola pendidikan perlu senatiasa dikembangkan agar sekolah Muhammadiyah dapat bergerak menjadi sekolah unggulan. Jikalau iklim sekolah Muhammadiyah sudah kondusif dan model pembelajaran Ismuba dikonstruksi kembali, maka tidak tertutup kemungkinan jika pendidikan di Muhammadiyah dapat mengantisipasi gejala perekrutan anggota “aliran sesat” yang baru tumbuh akhir-akhir ini. Apakah pengelola pendidikan Muhammadiyah akan rela jika peserta didiknya ikut menjadi bagian dari kelompok yang sesat itu? Waallahu a’lam bish-shawab.l

0 komentar:

About This Blog

About This Blog

  © Blogger templates 'Sunshine' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP